Banyak masyarakat adat di Indonesia, terutama yang tinggal di daerah penyangga atau dusun, masih belum menyadari peran pencatatan sipil. Mora, seorang perempuan suku Dayak yang tidak menyadari pentingnya masalah pencatatan sipil, tetap bungkam ketika seorang kerabatnya di pinggiran kota memberitahukannya bahwa dia tidak akan bisa memilih pada pemilu 2024 karena dia tidak memiliki kartu identitas. Selain itu, ia tidak menyadari pentingnya memperoleh pengakuan kerajaan melalui akta undang-undang. Bahkan saat ia baru lahir, orang tua Dayaknya tidak mencatatkan kelahirannya ke kantor catatan sipil. Bagaimana mengatasi masalah ini ketika terdapat lakh suku seperti Mora?
***
Di Indonesia, layanan pencatatan sipil merupakan fenomena besar karena tidak dapat diakses oleh masyarakat miskin dan rentan seperti penyandang disabilitas dan suku. Meskipun pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk menyederhanakan proses pendaftaran dan memberikan layanan tersebut kepada seluruh lapisan masyarakat, namun banyak permasalahan yang muncul. Kurangnya kapasitas peralatan, prasarana dan sarana pendukung untuk menjangkau daerah-daerah terpencil
Berdasarkan Pushkaba, satu dari empat keluarga Indonesia tidak memiliki dokumen pencatatan sipil dan berisiko tidak mendapatkan layanan dasar seperti pendidikan, program bantuan sosial, layanan kesehatan, dan partisipasi politik. Permasalahan pencatatan sipil di Indonesia tidak sesederhana mengurus atau mendaftarkan dokumen. Ada banyak alasan untuk hal ini, masalah utamanya bukanlah kurangnya motivasi sosial. Hal ini berfokus pada hambatan struktural dalam pendaftaran dokumen pencatatan sipil. Hambatan tersebut selalu berkaitan dengan faktor sosial dan ekonomi atau proses pencatatan sipil.
Pencatatan sipil dan pemilu Indonesia tahun 2024
Setiap warga negara berhak atas identitas hukum atau dokumen pencatatan sipil, karena hal tersebut diperlukan untuk mengakses pelayanan publik. Namun masih terdapat kelompok rentan yang tidak terakomodasi, khususnya Orang suku di Cheruyan, Kabupaten Kalimantan Tengah. Sementara itu, Berdasarkan kajian AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Pada pemilu 2024, sekitar 1,5 juta masyarakat suku tidak bisa ikut serta karena kekurangan kartu tanda penduduk elektronik. Berbeda dengan pemilu tahun 2019 sebelumnya, hanya 530.000 dari sekitar 3 juta kelompok masyarakat adat di Indonesia yang bisa berpartisipasi dalam pemilu tersebut. adalah rintangan terbesar Pendataan masyarakat suku sebagai pemilih Mulai hari ini.
Jumlah penduduk Indonesia saat ini 281 juta orang, dan sekitar 56 persen atau 154 juta orang tinggal di perkotaan. 44 persen penduduknya tinggal di daerah pedesaan dan terpencil. Dari segi jumlah penduduk, besarnya jumlah penduduk di Indonesia dapat memberikan tantangan terhadap permasalahan pencatatan sipil. Namun, jumlah penduduk bukanlah permasalahan yang paling mendesak dalam pencatatan sipil. Ada banyak tantangan penting seperti diskriminasi berdasarkan identitas sosial (masyarakat adat selalu menghadapi masalah ini), layanan pencatatan sipil yang tidak responsif di daerah terpencil, permasalahan pencatatan sipil musiman yang sering terjadi menjelang pemilu dan tantangan lainnya. Kemiskinan dan imobilitas.
Mengatasi masalah ini sebelum pemilu: Apakah sudah terlambat?
Untuk mengatasi tantangan dan hambatan dalam memberikan layanan pencatatan sipil kepada kelompok etnis asli di Indonesia, khususnya pada masa pra pemilu, pemerintah Indonesia harus mendirikan dan membangun kantor pencatatan dan pelayanannya di pedesaan Indonesia. Kantor pendaftaran daerah ini harus mengedepankan prosedur yang sederhana bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok suku. Namun, untuk meningkatkan kapasitas pemerintah dalam melakukan pencatatan sipil, harus ada kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil (perwakilan kelompok lokal atau adat) dan akademisi. Justru melalui kolaborasi ini, pemerintah dapat menjangkau masyarakat lokal yang tinggal di hutan atau daerah penyangga dengan sangat cepat. Hasilnya, karena mereka mengetahui tempat yang tepat, pegawai pemerintah daerah dapat fokus pada penguatan prosedur internal (stabilitas internet, pencetakan dokumen, dll.).
Selain itu, infrastruktur dasar seperti listrik, perangkat elektronik, dan konektivitas internet juga sangat penting dalam proses pencatatan sipil. Di Seruyan misalnya, tidak semua wilayah memiliki listrik dan koneksi internet yang memadai. Selain itu, aparat pemerintah daerah harus bekerja secara efisien dalam mengumpulkan data kependudukan dan mengakomodasi kebutuhan pencatatan sipil semua kelompok suku.
***
Mora dan generasinya mungkin tidak cocok dengan strategi konkrit ini, terutama menjelang pemilihan umum. Namun, langkah-langkah harus diambil untuk membantu generasi penerus masyarakat suku mendaftarkan diri mereka ke pencatatan sipil sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam politik dan menikmati layanan dasar yang disediakan oleh negara.
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya