JAKARTA – Sekelompok orang Indonesia pada hari Kamis meminta Mahkamah Konstitusi untuk meninjau undang-undang darurat kontroversial Presiden Joko Widodo tentang penciptaan lapangan kerja, dengan mengatakan itu melanggar keputusan pengadilan sebelumnya.
Presiden mengeluarkan undang-undang darurat pada 30 Desember untuk menggantikan Undang-Undang Penciptaan Lapangan Kerja 2020, dengan alasan bahwa ketidakpastian ekonomi global dan potensi krisis keuangan global mengharuskan pejabat bergerak lebih cepat untuk menarik investor tahun ini.
Undang-Undang Cipta Kerja mengamandemen lebih dari 70 undang-undang lainnya dan dipuji oleh investor asing karena merampingkan aturan bisnis di ekonomi terbesar di Asia Tenggara, tetapi dipandang merugikan hak-hak buruh dan mengikis perlindungan lingkungan.
Undang-undang tersebut dinyatakan sebagian inkonstitusional oleh pengadilan pada tahun 2021 karena konsultasi publik yang tidak memadai. Pengadilan memutuskan bahwa anggota parlemen harus menyelesaikan proses musyawarah yang diperbarui dalam waktu dua tahun.
Undang-undang darurat telah dikecam oleh beberapa ahli hukum, termasuk mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamden Jolva, yang mengatakan tidak ada keadaan darurat yang memungkinkan presiden mengambil tindakan tersebut.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Lavoli mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintah siap menanggapi peninjauan kembali di pengadilan.
Para pemohon termasuk mahasiswa, pengacara dan kelompok advokasi buruh Migrant CARE.
“Ini adalah bentuk ketidaktaatan presiden yang tidak konstitusional,” kata pengacara pemohon, Victor Santoso Dantiaza, kepada Reuters. “Ini menjadi preseden yang sangat berbahaya jika setiap instansi pemerintah mengikuti proses ini (putusan Mahkamah Konstitusi),” ujarnya.
Siti Badriyah dari Migrant CARE mengatakan kepada Reuters: “Kami meminta pengadilan untuk mencabut (aturan)”.
Pengadilan telah menerima permohonan peninjauan kembali, yang akan ditinjau sebelum sidang dijadwalkan, kata juru bicaranya.
(Laporan Stefano Suleiman; Laporan tambahan oleh Ananda Teresa dan Francesca Nango; Penulisan Gayatri Suroyo; Penyuntingan oleh William McLean)
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya