MELBOURNE: Satu dekade yang lalu, Joko Widodo (Jokowi) adalah kandidat dari luar yang dengan hati-hati mengembangkan persona “setiap orang” yang membawanya ke kursi kepresidenan Indonesia. Untuk sampai ke sana, dia harus mengatasi tentangan dari banyak orang kaya dan berkuasa.
Namun, dia segera membentuk koalisi politik yang tangguh, dan dia serta keluarganya sekarang menjadi bagian dari elit penguasa oligarki. Banyak anggota elit itu khawatir jika dia meninggalkan jabatannya, aksesnya ke kekuasaan politik dan ekonomi akan terganggu.
Secara hukum, masa jabatan Jokowi terbatas. Pada tahun 1998, presiden terlama di Indonesia, Suharto, terpaksa mundur setelah 32 tahun berkuasa. Salah satu prioritas konstitusional setelah kejatuhannya adalah mencegah terulangnya pemerintahannya yang lama, yang dikaitkan dengan penindasan militer dan korupsi.
Pada tahun 1999, konstitusi diamandemen untuk mencegah presiden menjabat lebih dari dua periode lima tahun. Hal itu dilihat sebagai bagian yang dapat dinegosiasikan dari reformasi yang membawa transisi Indonesia menuju demokrasi.
Pemilihan presiden dan majelis sekarang dijadwalkan pada 14 Februari 2024, dan karena Jokowi sudah dua kali terpilih, dia tidak bisa mencalonkan diri lagi.
Namun pada kenyataannya, hal-hal tidak sesederhana itu. Selama bertahun-tahun, politisi yang kuat, termasuk Luhut Panjaitan (penasihat dekat Jokowi dan yang disebut “menteri segalanya”), telah mengusulkan cara untuk mempertahankan Jokowi di istana. Mulai dari mengubah konstitusi hingga “menunda” pemilu untuk menghilangkan batas dua periode karena pandemi Covid-19.
Proposal ini kurang mendapat dukungan publik dan langsung ditolak oleh sebagian besar kelompok masyarakat sipil, penggerak utama opini publik dan pembuatan kebijakan di Indonesia.
Jokowi sendiri berkonflik. Kadang-kadang, dia menolak panggilan untuk tetap di kantor. Di lain waktu, pernyataannya lebih kabur. Desas-desus terus beredar bahwa dia terlibat dalam skema untuk mencegahnya kehilangan kursi kepresidenan.
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya