JAKARTA (Antara) – Kementerian Perhubungan memudahkan proses pencetakan ulang dokumen pelaut Ryan Yutadama Lizar yang selamat dari kecelakaan kapal di Laut Shimonoseki Jepang.
Lizar menjadi satu-satunya yang selamat dari delapan WNI yang berada di kapal Kyoyong Sun berbendera Korea Selatan.
“Selepas kedatangan Ryan di Indonesia, kami terus berkoordinasi dan memfasilitasi pencetakan dokumen pelautnya yang hilang saat mengalami tragedi kapal karam pada Maret lalu,” kata Direktur Perkapalan dan Kelautan Kementerian, Hardando, Sabtu.
Terkait tujuh korban lainnya, Kementerian Perhubungan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan perusahaan pengelola kapal untuk pemenuhan haknya.
“Kami juga berterima kasih kepada Kementerian Luar Negeri yang sangat kooperatif bersama-sama memfasilitasi hak-hak pelaut dalam (peristiwa tenggelamnya Kyoyoung Sun),” kata Hardando.
Hardando meyakinkan Kementerian Perhubungan akan terus memberikan pengamanan, koordinasi, dan fasilitas untuk memenuhi hak-hak para korban.
“Diharapkan kedepannya tidak ada masalah,” ujarnya.
Dari delapan WNI yang tenggelam, selain Lizar, Penjaga Pantai Jepang memastikan enam jenazah telah ditemukan, satu orang masih hilang dan operasi pencarian sedang dilakukan.
Dalam kesempatan itu, Lizar yang berada di Gedung Kementerian Perhubungan Jakarta memuji proses pendampingan mulai dari pengembalian pelaut hingga penerbitan dokumen.
“Saya merasa terbantu oleh Kementerian Perhubungan yang memfasilitasi proses pencarian di Jepang hingga saya tiba di Indonesia. Dan saya turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya tujuh rekan saya,” ujarnya.
Berita terkait: Indonesia memulangkan 6 awak kapal yang tewas dalam tenggelamnya kapal tanker di Jepang
BERITA TERKAIT: Pencarian enam penumpang kapal karam di lepas pantai Sulawesi Utara berlanjut
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya