Menurut PT Kereta Cepat Indonesia China (PT KCIC), sebuah konsorsium perusahaan milik negara Indonesia dan China yang membangun kereta api, rata-rata kapasitas kereta Hush adalah 90 persen, atau sekitar 7.000 penumpang setiap hari hingga akhir Oktober. Ini akan melayani 28 perjalanan harian di bulan November, dua kali lipat jumlah bulan lalu.
Dalam jangka panjang, KCIC menargetkan 30,000 penumpang setiap hari karena perjalanan harian ditambahkan ke dalam jadwal.
Pemerintah berharap perluasan Hush Bandung hingga Surabaya dapat menarik lebih banyak penumpang karena melewati lebih banyak kota dan Surabaya merupakan kota besar yang dikelilingi kawasan industri.
“Jadi (opsi) HSR ini akan kita lihat, karena kalau hanya ke Bandung saja tidak cukup,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Erlanga Hartardo, pada 11 Oktober lalu.
Pemikiran pemerintah adalah semakin banyak penumpang yang menggunakan kereta, berarti semakin banyak pendapatan, yang berarti lebih sedikit waktu untuk membayar kembali pinjaman, namun ekonom Bhima Yudhishthira Dari Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS) diragukan.
Ia tidak setuju bahwa dengan memperluas jalur ke Surabaya, pengembalian investasi akan lebih cepat dan lebih mudah dicapai.
“Tentu saja hal ini bukan jaminan karena biayanya akan tinggi dan pengembalian investasinya mungkin memerlukan waktu yang lama,” kata Pak Bhima.
Analis lalu lintas yang berbasis di Jakarta, Dharmaningthyas, yakin bahwa perluasan jalur ke Surabaya memerlukan anggaran besar dan menimbulkan tantangan.
Mengingat pembangunan HSR Bandung-Surabaya membutuhkan anggaran yang sangat besar, tentunya lebih dari 150 triliun rupiah, maka pemerintah harus benar-benar menilai urgensinya, ujarnya.
Berdasarkan pengalaman Hush Building di Indonesia, yang diperkirakan akan rusak setidaknya dalam waktu 40 tahun, Bapak Dharmaningtias tidak yakin sektor swasta dapat membiayai pembangunan jalur panjang lainnya. .
“Sektor swasta akan berinvestasi pada kasus-kasus yang menguntungkan. Mereka membutuhkan jaminan dari pemerintah agar tidak perlu khawatir akan kerugian.
Para analis mengatakan bahwa dengan asumsi jalur baru ini akan bekerja sama lagi dengan Tiongkok, model pembiayaannya akan serupa dengan jalur Jakarta-Bandung.
Proyek terakhir ini dibiayai oleh Tiongkok dengan pinjaman sebesar 75 persen, sisanya disediakan oleh konsorsium PT KCIC dengan pembagian 60:40 antara pihak Indonesia dan Tiongkok.
Sekitar Rp 7,3 triliun dari APBN digunakan untuk membayar pelanggaran anggaran tersebut.
More Stories
Sedikitnya 20 WNI diusir dari Lebanon: FM
Industri TPT Indonesia terancam dengan masuknya impor
Penawaran dan permintaan: BIAS Indonesia berupaya meningkatkan kemampuan pertahanan pada tahun 2024