2 Februari 2024
Jakarta – Produsen karet Indonesia takut akan peraturan deforestasi Uni Eropa [EUDR] Memblokir ekspor ke negara-negara UE dan sekitarnya akan menambah tekanan pada industri yang sudah melemah.
Negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini mengekspor 2,08 juta ton karet senilai US$3,66 miliar pada tahun 2022, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), dengan ekspor ke negara-negara UE mencapai 300.000 ton, atau 14 persen dari total ekspor.
Erwin Tunas, direktur eksekutif Asosiasi Karet Indonesia (Kapkinto), memperkirakan bahwa peraturan tersebut akan merugikan nilai ekspor sekitar $527 juta jika rantai pasokan karet dalam negeri, termasuk petani kecil dan produsen produk karet, tidak dapat memenuhi EUDR. persyaratan.
“Sekitar 300.000 ton [of rubber] Ekspor ke Uni Eropa, hampir 27 negara. Jika kita melakukannya, hal ini akan terhambat [producers] Tidak dapat memberikan koordinat geolokasi sesuai permintaan,” kata Erwin Pos Jakarta Di hari Rabu.
Baca selengkapnya: Menyusutnya industri dalam negeri mengancam ekspor karet RI
Erwin khawatir negara lain yang mengekspor produk jadi karet seperti ban ke negara anggota UE juga akan mendekati produsen Indonesia untuk meminta dokumen geolokasi.
Persyaratan letak geografis tersebut setara dengan Izin Usaha Budidaya Perkebunan (STDB) Indonesia yang harus diperoleh melalui pendaftaran di Direktorat Perkebunan Kementerian Pertanian.
“Dari 3,2 juta hektare lahan perkebunan rakyat, kami perkirakan baru 10.000 hektare yang sudah memiliki STDB,” kata Erwin seraya mendesak pemerintah memfasilitasi pendaftaran petani kecil penghasil 90 persen karet alam Indonesia.
Pada akhir tahun ini, ketika EUDR mulai berlaku, kementerian akan mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat pendataan, pemetaan, verifikasi dan penyediaan STDB bagi petani karet, kata Andy Noor Alam Sia, Direktur Jenderal Perkebunan.
“Pemerintah sedang mengumpulkan data geolokasi […] Indonesia dengan menetapkan metode deteksi pada perkebunan karet kecil [natural] Karet dan [its] Produk turunannya masih bisa diekspor ke UE,” katanya dalam keterangannya, Rabu.
Baca selengkapnya: Deforestasi yang disebabkan oleh karet terlalu disepelekan: studi
Eliza Mardian, peneliti Center for Economic Reform (CORE) Indonesia, mengatakan sejauh ini mitra dagang terbesar Indonesia, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang, belum membahas dampak EUDR.
Namun, dia tidak menutup kemungkinan Indonesia harus memenuhi persyaratan anti deforestasi jika negara-negara tersebut ingin mengekspor produk turunan karetnya ke pasar UE.
“Jika Tiongkok menuntut produsen Indonesia melakukan upaya anti deforestasi [requirements] atau sertifikasi, pemerintah harus memberikan bantuan dan insentif kepada petani karet untuk memperolehnya [certificates]”ucap Elisa Surat Di hari Rabu.
Sementara itu, Presiden Dewan Karet Indonesia Aziz Pane mengatakan kepada CNBC Indonesia pada 18 Januari bahwa Turki telah mengalihkan pembelian karet dari Indonesia ke Pantai Gading untuk mengantisipasi keputusan UE.
“Karena itu, [if] Pemerintah tidak mengambil tindakan serius [and] Biarlah itu terjadi, berbahaya,” kata Aziz seperti dikutip CNBC Indonesia.
Industri karet Indonesia bergantung pada ekspor karena kurangnya konsumsi dalam negeri.
Menurut Erwin, negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini mencatat rekor produksi karet tertinggi yakni sebesar 3,65 juta ton pada tahun 2017, dan 3,2 juta ton di antaranya diekspor. Namun pada puncaknya, konsumsi dalam negeri hanya 500.000 hingga 650.000 ton.
Pada tahun 2018, ekspor karet dan produk karet mencapai 3,45 juta ton dengan nilai $6,14 juta, menurut data Kementerian Perdagangan.
Selama dua tahun berikutnya, volume ekspor kembali meningkat menjadi 2,98 juta ton, dengan nilai ekspor meningkat menjadi $6,79 juta pada tahun 2021, yang berarti kenaikan harga karet global sebesar 26 persen, menurut data yang sama.
Nilai dan volume ekspor karet dan produk karet menurun masing-masing sebesar 25 persen dan 14 persen tahun-ke-tahun selama periode Januari-Mei tahun lalu karena stagnasi harga karet, penyakit penggundulan hutan, kekurangan penyadap karet, dan omzet karet. Perkebunan karet untuk tanaman lainnya.
Berkurangnya produksi bahan baku berdampak buruk pada pabrik-pabrik yang memproduksi karet remah dari karet mentah.
Menurut Erwin, dalam enam tahun terakhir, 48 dari 152 produsen remah karet di Tanah Air sudah tutup.
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya