Desember 27, 2024

SUARAPALU.COM

Periksa halaman ini untuk berita utama terkini Indonesia, analisis, laporan khusus dari pusat kota besar termasuk Jakarta, Surabaya, Medan & Bekasi.

Peran Indonesia dalam Menyelesaikan Permasalahan Laut Cina Selatan

Peran Indonesia dalam Menyelesaikan Permasalahan Laut Cina Selatan

JAKARTA (ANTARA) – Indonesia, salah satu negara terbesar di Asia, niscaya akan ikut serta dalam penyelesaian sengketa di Laut Cina Selatan (LCS).

Selain menjaga kedaulatan maritim Indonesia, perselisihan harus diselesaikan untuk mencegah konflik antar negara Asia yang dapat menyebabkan ketidakstabilan regional dan perekonomian.

Konflik regional di LCS meliputi Tiongkok, Malaysia, Brunei, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.

Kontroversi mulai meningkat setelah Tiongkok merilis peta berdasarkan sejarahnya. Peta tersebut menunjukkan sembilan garis putus-putus di sekitar LCS, yang menandai klaim Tiongkok atas wilayah tersebut.

China kemudian merilis peta baru dengan sepuluh garis putus-putus yang tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Naduna Utara.

Meskipun hal ini meredakan ketegangan, hal ini mendorong Indonesia untuk mengambil langkah-langkah untuk memperkuat kedaulatan maritimnya.

Penguatan kekuatan militer juga menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam mengantisipasi konflik LCS.

“Pemerintah sedang menggalakkan proyek-proyek besar dalam upaya memperkuat keamanan Laut Naduna. Hadi Tajjanto.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi yang digelar Kelompok Studi Kajian Strategis dan Keamanan Indonesia (ISTS) di Jakarta pada Maret lalu.

TNI Angkatan Laut (TNI AL) dapat berperan dalam menjaga perbatasan laut, sedangkan TNI Angkatan Udara (TNI AU) dapat membantu menjalankan misi pengintaian regional untuk menjaga titik perbatasan.

Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk memperkuat keamanan perbatasan antara lain penguasaan peralatan keamanan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan peningkatan teknologi.

Indonesia juga terlibat dalam pembangunan perdamaian melalui diplomasi, dengan fokus pada penguatan keamanan maritim.

Negara ini melakukan hal tersebut melalui pendekatan non-militer. Pada tahun 2023, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Tiongkok sepakat untuk menyelesaikan negosiasi Kode Etik (COC) di Laut China Selatan dalam waktu tiga tahun.

Hal ini merupakan inisiatif Indonesia untuk mempercepat perundingan COC di LCS yang disengketakan.

Pedoman percepatan tersebut sebelumnya telah diadopsi pada Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN 2023 di Jakarta dan Wang Yi, Direktur Kantor Komisi Urusan Luar Negeri Pusat Tiongkok.

Pedoman tersebut mencakup aspirasi ASEAN dan Tiongkok untuk menyelesaikan COC dalam waktu tiga tahun atau kurang melalui diskusi intensif mengenai isu-isu yang belum terselesaikan.

COC diharapkan mencerminkan norma, prinsip, dan aturan internasional yang selaras serta mengacu pada hukum internasional untuk mendorong perdamaian antar negara yang bersengketa.

“Kita semua berharap COC menjadi dokumen yang efektif, substantif, dan dapat diterapkan untuk menghindari meningkatnya rasa saling percaya dan percaya antar negara yang berkepentingan di Laut Cina Selatan,” kata Tjahjanto.

Khairul Fahmi, pengamat militer dan salah satu pendiri Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), mengatakan Indonesia dapat menggunakan metode lain, khususnya diplomasi militer, untuk meredakan ketegangan di Laut Cina Selatan.

TNI mempunyai posisi yang baik untuk melakukan diplomasi militer di semua negara yang terlibat konflik.

Beberapa inisiatif diplomasi yang dilakukan antara lain dengan melakukan pelatihan bersama antar negara, melakukan program pertukaran personel untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan membangun kerja sama untuk menjaga keamanan.

Menurut Fahmy, Indonesia punya modal untuk melakukan upaya tersebut karena dianggap sebagai salah satu kekuatan militer besar di Asia.

Indonesia bisa menjadi mediator antara negara-negara yang bersengketa, ujarnya.

Indonesia sebaiknya fokus melindungi diri sebelum melakukan upaya perdamaian antar negara, termasuk melindungi wilayah perairannya dari kapal asing.

Menurut pengamat militer Alman Helvaz Ali, Indonesia harus memelihara database seluruh kapal di kawasan.

Dengan database tersebut, TNI AL akan lebih mudah mengidentifikasi kapal berdasarkan tanda akustiknya.

Ali juga menggarisbawahi pentingnya pemasangan alat penyadap bawah air di perairan yang terancam punah seperti Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Sulawesi, dan Laut Natuna Utara.

Ia berharap peningkatan teknologi pertahanan akan menjadikan Indonesia kuat dan disegani di Asia.

Jalan Indonesia untuk meredakan ketegangan akan lebih lancar karena suaranya akan lebih mudah didengar oleh negara lain.

Pertemuan Baru-baru ini dengan Tiongkok

Sejauh ini, upaya diplomasi terus dilakukan Indonesia.

Pada tanggal 1-2 April, Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat penting di Tiongkok. Ia juga bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping, Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang, dan Menteri Pertahanan Nasional Tiongkok Laksamana Dong Jun.

Pertemuan tersebut diyakini tidak hanya fokus pada kerja sama di bidang pertahanan tetapi juga upaya penyelesaian sengketa di LCS.

Meski Prabowo disambut baik oleh para pemimpin Tiongkok, Ali mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati.

“Kita harus waspada karena apa yang dikatakan Tiongkok di dunia diplomasi seringkali berbeda dengan apa yang mereka lakukan di laut,” jelasnya.

Ia menggarisbawahi bahwa Tiongkok akan selalu mengklaim wilayah LCS sebagai wilayahnya.

Menurut pengamat tersebut, Tiongkok, dalam banyak kasus, tampaknya menunjukkan pendekatan yang tenang dan ingin mengakhiri perselisihan. Namun, pendekatannya bertolak belakang dengan apa yang dilakukan di Laut China Selatan.

Sebagai contoh, ia mengenang pertemuan baru-baru ini antara kapal milik Tiongkok dan Filipina di sepanjang perbatasan LCS, yang meningkatkan ketegangan.

Oleh karena itu, peningkatan keamanan dengan melakukan upaya diplomasi dan peningkatan peralatan keamanan merupakan tindakan yang tepat, ujarnya.

Meski dinamika diplomasi seringkali tidak membuahkan hasil yang diharapkan Indonesia, pendekatan demi pendekatan akan terus dilakukan untuk membangun perdamaian regional.

Penguatan militer terus dilakukan sejalan dengan upaya diplomasi.

Melalui upaya Indonesia yang terus menerus melakukan mediasi dengan negara-negara yang bersengketa, perdamaian yang diimpikan oleh Indonesia dan seluruh negara ASEAN dapat terwujud di LCS.

Berita terkait: Indonesia memperingatkan risiko konflik di Laut Cina Selatan: Menteri
Berita terkait: Indonesia siap kerja sama ASEAN untuk menyelesaikan COC di LCS