JAKARTA – Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan (Menkeu) periode 2014-2016 menyebut dampak konflik Iran-Israel bisa meningkatkan defisit transaksi berjalan Indonesia. Akibat kondisi eksternal, perekonomian Indonesia sudah memasuki lampu kuning.
Neraca perdagangan kita selalu surplus selama lebih dari dua tahun, tapi saya lihat jumlahnya semakin mengecil. Benar-benar mulai menguning,” kata Bambang pada acara Fun Talk Dampak Konflik Iran-Israel terhadap Perekonomian Indonesia yang diselenggarakan Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter pada Senin, 15 April.
Bambang mengatakan, surplus neraca perdagangan menyusut dalam dua tahun terakhir.
Menurut Bambang, posisi tersebut mungkin penting karena eskalasi konflik di Timur Tengah akan mempersulit perbaikan neraca perdagangan komoditas, menyebabkan harga komoditas global meningkat tajam, dan semakin mengganggu rantai pasok komoditas.
“Khususnya melalui Laut Merah dan Selat Hormuz,” ujarnya.
Selain itu, neraca transaksi berjalan Indonesia juga akan menghadapi masalah karena kenaikan suku bunga melemahkan permintaan global, kata Bambang. Oleh karena itu, ekspor kita, baik manufaktur maupun komoditas, keduanya tidak memiliki prospek yang baik, meski rupee masih lemah, ”ujarnya.
Menurut Bambang, melemahnya rupee secara umum bermanfaat bagi pencapaian ekspor. Namun permasalahan muncul ketika ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk komoditas. Padahal, era booming komoditas sudah berakhir sejak tahun lalu.
“Jadi pelemahan rupee terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak akan banyak membantu daya saing, terutama pada barang-barang manufaktur,” ujarnya.
Bambang mengatakan, tantangan serius muncul di sektor jasa karena salah satu kekurangannya adalah kargo atau pelayaran.
“Saya khawatir defisit transaksi berjalan kita akan melebar seiring melemahnya rupee terhadap dolar AS, sehingga berpotensi mengganggu jalur pasokan melalui Terusan Suez, Laut Merah, dan Selat Hormuz, termasuk Samudera Hindia,” ujarnya.
Tag: Perang Iran Iran Israel Israel
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya