Bagi Damianus Luhat, yang sudah lama menjabat sebagai pejabat pemilu di Provinsi Kalimantan Timur, pemungutan suara bukan sekadar kewajiban warga negara, namun sebuah petualangan yang mengharuskannya berani menghadapi jeram dan bebatuan, serta berkemah semalaman.
Untuk pemilihan umum tanggal 14 Februari – seperti yang dilakukannya setiap lima tahun sekali – ia dan petugas pemilu lainnya di distrik Long Bagan menggunakan perahu panjang untuk mengantarkan surat suara dan peralatan ke desa-desa terpencil di sepanjang Sungai Mahagam.
“Butuh waktu delapan jam untuk mencapai desa terpencil itu. Kami sering harus berkemah di tepi sungai karena jaraknya yang jauh,” ujarnya kepada Benarnews, Kamis.
Damianus mengenang musim pemilu sebelumnya ketika perahu panjangnya yang berisi perlengkapan pemilu terbalik saat melintasi arus deras seperti air terjun. Ia dan timnya berhasil menyelamatkan materi pemilu namun kehilangan beberapa barang pribadinya.
“Saya harap semuanya berjalan lancar kali ini,” katanya.
Luhat adalah salah satu dari jutaan petugas pemilu yang mempersiapkan pemilu Indonesia minggu depan, pemilu satu hari terbesar dan paling rumit di dunia.
Hal ini sangat besar dan kompleks karena pemilih yang memenuhi syarat tidak hanya memilih Presiden dan Wakil Presiden, namun juga anggota legislatif nasional dan daerah.
Dengan hampir 205 juta orang yang berhak memilih, para pejabat harus mendirikan 800.000 tempat pemungutan suara di seluruh nusantara.
Pemilihan presiden adalah pertarungan tiga arah antara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, mantan Gubernur Jakarta dan mantan Gubernur Jawa Tengah Anis Baswedan. Kanchar Pranovo.
Sebanyak 9.917 kandidat dari 18 partai nasional akan bersaing memperebutkan 580 kursi di DPR, kata Komisi Pemilihan Umum. Sekitar 250.000 kandidat akan bersaing memperebutkan 20.000 kursi di tingkat regional.
Untuk semua kontes ini, Komisi Pemilihan Umum harus mencetak surat suara dan mengirimkannya ke seluruh negeri bersama dengan barang-barang seperti kotak suara dan amplop, serta daftar kandidat.
Lebih rumit lagi, 1,2 miliar surat suara yang harus dicetak oleh komisi tidak semuanya sama. Jumlahnya bervariasi tergantung jumlah kandidat dan daerah pemilihan.
Komisi tersebut telah merekrut lebih dari 5,7 juta pekerja dan sukarelawan untuk bantuan pemilu.
Logistik pemilu ini sangat mengejutkan mengingat pemilu ini diselenggarakan di negara dengan lebih dari 18.000 pulau dengan geografi dan infrastruktur yang beragam.
Ambil contoh kasus Kepulauan Mendawai, gugusan empat pulau di lepas pantai Sumatera.
Untuk mencapai beberapa TPS di pulau-pulau tersebut, petugas pemilu harus menempuh perjalanan berjam-jam melalui kawasan pegunungan dan hutan, kata Saudara Hollomon Burdate, ketua KPU daerah.
“Wilayah kami dipisahkan oleh laut dan beberapa wilayah sangat sulit dijangkau. Kami juga harus berhadapan dengan sungai dan cuaca,” ujarnya kepada Benarnews.
Pemilihan waktu yang tepat pada bulan Februari – yang bertepatan dengan musim hujan – menambah tantangan yang ada.
Di Kecamatan Bagimana, Sulawesi Tengah, empat polisi, seorang tentara dan beberapa petugas pemilu berjalan pada hari Kamis dalam perjalanan tiga hari untuk mengantarkan materi pemilu ke sebuah desa yang tidak dapat diakses oleh kendaraan apa pun.
Mereka harus melintasi jalur hutan, mendaki lereng curam dan menyeberangi sungai tanpa jembatan, semuanya dalam kondisi cuaca yang tidak menentu, kata salah satu polisi, Freds Adolf Rombod.
“Kami berharap tidak menghadapi masalah atau bahaya apa pun seperti hujan lebat atau binatang buas,” katanya kepada Benar News.
Kompleksitas pemilu menghadirkan tantangan bagi pemilih yang harus memberikan suara ganda dengan jumlah kandidat yang banyak, yang beberapa di antaranya hanya sedikit mereka ketahui.
Pemilu di Indonesia termasuk pemilu yang paling rumit di dunia, menurut Koirunnisa Agastiati, direktur eksekutif Persatuan Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
“Dapilnya besar, sistemnya terbuka dan proporsional, jumlah pemilihnya banyak, dan keragaman geografisnya luas,” kata Koirunnisa kepada Benarnews.
Kandidat bersaing dengan pesaing dari partai lain serta daerah pemilihannya sendiri. Dukungan terhadap suatu partai politik tidak serta merta berarti memilih calon presidennya.
Kebingungan tersebut menyebabkan tingginya jumlah suara tidak sah pada Pemilu 2019, yaitu sebesar 11,12% atau 17,5 juta suara yang masuk ke DPR, kata Koirunnisa.. Jumlah suara tidak sah pada Dewan Perwakilan Teritorial, yaitu badan parlemen yang serupa dengan Senat di Amerika Serikat, bahkan lebih tinggi lagi, yaitu 19% atau 29 juta suara.
Ia mengatakan, masyarakat lebih tertarik pada pemilu presiden karena pemberitaan media mengenai pemilu presiden.
“Pemilu legislatif kurang mendapat perhatian dan pemilih memiliki informasi yang terbatas mengenai profil calon,” ujarnya.
Agung Budianto, 37 tahun, merupakan seorang pemilih di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
“Saya bahkan tidak tahu siapa yang harus saya pilih kecuali presiden dan wakil presiden,” ujarnya kepada BenarNews.
Dia mengaku belum mendapatkan informasi apapun mengenai pemilu dan calon di daerah pemilihannya.
“Terlalu banyak orang di spanduk dan baliho. Tapi saya tidak kenal satupun dari mereka. Saya akan memilih secara acak,” katanya.
Bagi pemilih pemula Takshya Riskitah Putri Amani, 17, asal Jakarta, rencana para calon tidak jelas karena materi kampanye mereka hanya menampilkan wajah dan slogan.
Taksya mengatakan, dengan banyaknya pemilu yang digelar secara bersamaan, ia merasa terbebani dengan beragamnya kandidat yang harus dipilihnya.
“Saya khawatir masa depan saya akan hancur jika kita salah memilih orang sebagai pemimpin,” ujarnya.
Nasruddin Latif di Jakarta dan Taufan Bustan di Balu, Indonesia berkontribusi pada laporan ini..
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya