Akan ada satelit lain, tapi itu tergantung keberhasilan SATRIA-1
ORLANDO, Amerika Serikat (Andara) – Keberhasilan SATRIA-1 menjadi faktor penting dalam menentukan kelanjutan satelit lain yang dimiliki pemerintah Indonesia, kata Wayan Toni Supriyanto, pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Akan ada satelit lain, tapi itu tergantung keberhasilan SATRIA-1,” katanya dalam konferensi pers persiapan peluncuran SATRIA-1, Jumat waktu setempat.
Satelit Republik Indonesia-1, atau SATRIA-1, merupakan satelit serbaguna pertama yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia.
Oleh karena itu, peluncuran satelit yang akan dilakukan pada Minggu pukul 18:00 waktu setempat di Stasiun Angkatan Luar Angkasa Cape Canaveral di Florida, AS, diharapkan berhasil dan tidak menghadapi tantangan apa pun.
Jika peluncuran berhasil, pengujian SATRIA-1 dapat dimulai pada akhir tahun 2023, dan jika tidak terjadi masalah, maka dapat mulai beroperasi pada tahun 2024.
Pemantauan kualitas layanan internet SATRIA akan dilakukan di Direktorat Pengendalian Kementerian.
SATRIA-1 dibangun pemerintah mulai tahun 2019 untuk pemerataan akses internet di fasilitas publik, terutama di daerah tertinggal, tertinggal, dan terpencil (3T).
Menurut studi terbaru Kementerian, SATRIA-1 dengan kapasitas 150-Gbps akan menyediakan jangkauan broadband yang diperluas hingga 50 ribu titik kenyamanan publik di wilayah 3T yang terhubung ke Internet pada tahun 2023.
Kecepatan internet di masing-masing titik tersebut mencapai 4 Mbps, empat kali lipat dari prediksi kecepatan sebelumnya yaitu 1 Mbps untuk setiap titik di tahun 2018.
Selain SATRIA-1, Kemenpar akan meluncurkan Hot Backup Satellite (HBS) pada kuartal III 2023.
Berita Terkait: SATRIA-1 Fasilitasi Sosialisasi di Daerah 3T: Kementerian
Berita Terkait: SATRIA-1 akan layani 2.000-3.000 titik terpencil pada 2024: BAKTI
Berita Terkait: Peluncuran SATRIA-1 untuk Meratakan Infrastruktur Digital: Menteri Pelaksana
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya