TORONTO – Perubahan iklim dapat mempercepat kerusakan seni gua kuno Indonesia, sebuah penelitian baru di Australia menunjukkan.
Seni tersebut meliputi stensil tangan tertua di dunia dari 39.900 tahun lalu dan lukisan lain yang menggunakan pigmen merah dan murbei dari gua batu kapur Maros-Bangkop dan kamp batu antara 20.000 dan 45.000 tahun lalu. Menurut siaran pers.
Belajar, Laporan ilmiah diterbitkan Kamis di jurnal tersebut, Mengeksplorasi bukti mengapa lukisan batu periode Pleistosen telah merosot dengan sangat cepat dalam beberapa dekade terakhir.
Para peneliti mempelajari kemungkinan penyebab di 11 situs seni gua dengan menganalisis sisik bebatuan yang mulai terpisah dari permukaan gua.
Studi tersebut menemukan adanya garam dalam tiga sampel, termasuk kalsium sulfat dan natrium klorida, yang membentuk kristal di permukaan batuan dan menyebabkannya terurai.
Para peneliti menemukan tingkat sulfur yang tinggi di 11 lokasi, yang menunjukkan bahwa pembusukan batuan terkait garam tersebar luas di Maros-Bangkop dan mungkin disebabkan oleh perubahan suhu dan kelembapan yang berulang selama musim kemarau dan hujan bergantian di Indonesia.
Studi tersebut menunjukkan bahwa perubahan musim ini dapat dipercepat dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas pemanasan global dan kejadian cuaca ekstrim akibat perubahan iklim, termasuk kejadian El Ni ோ o.
Indonesia telah menjadi tempat terjadinya banyak bencana alam yang menghancurkan selama beberapa bulan terakhir.
Gempa bumi dahsyat di bulan Januari telah menewaskan puluhan orang di pulau Sulawesi, dengan lebih dari 1.000 orang mengungsi dari rumah mereka di Jakarta dan Jawa Barat pada bulan Februari, dan lebih dari 80 orang tewas dalam banjir dan tanah longsor di wilayah timur negara itu pada bulan April.
Gempa berkekuatan 6,6 lainnya mengguncang wilayah Sumatera di Indonesia pada hari Jumat. Tidak ada laporan resmi kecelakaan atau kerusakan yang dirilis sejauh ini.
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya