JAKARTA: Pengadilan Tipikor di Jakarta menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada hakim Mahkamah Agung yang tidak aktif, Kasalba Saleh, setelah hakim memutuskan dia bersalah menerima hadiah ilegal dan pencucian uang dalam kasus yang ditangani oleh pengadilan tertinggi negara itu.
Dalam sidang yang digelar pada Selasa (15/10), majelis hakim yang dipimpin Hakim Fahsal Hendri membacakan hukuman tambahan terhadap Kasalba: Rp 500 juta (US$32.177) atau tambahan empat bulan penjara.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Majelis juga menolak tuntutan pengacara agar Casalpa membayar ganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar dan US$ 18.000, dengan alasan bahwa uang yang diterimanya bukan merupakan kerugian negara.
Majelis hakim menyimpulkan Kasalba menerima suap dari pengusaha bernama Jawahirul Fuad.
Pengacara Ahmed Riad, teman Kasalba, menerima uang Rp 650 juta dari pengusaha dan menyerahkan uang Rp 500 juta kepada hakim.
“[Gazalba] Ia menerima Rp 500 juta dolar Singapura dan Ahmad Riad menerima sisanya Rp 150 juta.
Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa terdakwa dalam perkara ini menerima hadiah yang tidak sah,” kata Hakim Fahsal Hendri dalam sidang, Selasa, seperti dikutip kompas.id.
Selama menjabat di MA, Kasalpa juga pernah menangani peninjauan kembali perkara yang diajukan mantan anggota DPRD Samaria Jaffer Abdul Ghaffar dari Partai Kolkar yang diadili dalam kasus pungutan liar di ibu kota Kalimantan Timur.
Saat Jaffer meninjau sebuah kasus pada tahun 2020, pengacaranya Neshawati Arsyad yang mengenal Kasalba diduga membayar Rp 37 miliar untuk sidang pembelaan di Mahkamah Agung.
Hakim berpendapat sebagian uang itu diberikan kepada terdakwa Ghazalfa Saleh, kata Fahsal yang membacakan putusan.
Uang ilegal yang diterima dari Jawahirul dan Neshawati dicuci dengan membeli emas batangan, rumah dan mobil mewah.
Menurut hakim, Kasalpa menggunakan identitas orang lain saat melakukan pembelian tersebut. Majelis hakim menemukan Kasalpa menukarkan dolar Singapura dan AS ke rupee senilai Rp 4 miliar.
Setelah hakim membacakan putusannya, Kasalba mengatakan kepada pengadilan bahwa ia dan pengacaranya akan mengajukan banding.
Pengacara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan perlu waktu untuk mempertimbangkan banding tersebut.
Hakim mengambil keputusan tersebut setelah sebelumnya membebaskan Gazalba dalam putusan sela pada bulan Mei dengan alasan bahwa jaksa KPK tidak mempunyai yurisdiksi untuk mengadili para terdakwa karena tidak mendapatkan persetujuan dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
Namun Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan permohonan banding lembaga antirasuah tersebut, membatalkan putusan bebas dan memerintahkan pengadilan tingkat rendah untuk membuka kembali persidangan.
Kasalba dibebaskan untuk masa jabatan ketiga pada bulan Mei setelah Pengadilan Tipikor Bandung di Jawa Barat membebaskannya dari semua tuduhan tahun lalu dengan alasan tidak cukup bukti.
Saat itu, KPK menuduh Kasalba menerima suap dari seorang pengusaha untuk memvonis pengurus koperasi simpan pinjam karena memalsukan dokumen.
Badan antikorupsi tersebut mengajukan banding ke Mahkamah Agung, namun menolak banding tersebut dan memerintahkan pembebasan Kasalpa dari tahanan.
Hakim nonaktif tersebut tetap bebas selama empat bulan hingga ditangkap kembali oleh KPK pada November 2023 setelah menetapkannya sebagai tersangka kasus suap dan pencucian uang. – Jakarta Post/ANN
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya