JAKARTA (ANTARA) – Indonesia International Book Fair (IIBF) digelar untuk mempromosikan pentingnya literasi, kata Menteri Pedesaan, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Relokasi Abdul Halim Iskandar.
“(IIBF) ini akan mencegah misrepresentasi ilmu pengetahuan dan membantu penulis mendapatkan masukan untuk menyempurnakan karyanya,” ujarnya saat membuka IIBF ke-42 di Hall B Jakarta Convention Center (JCC), Rabu. hari yang sama
Selain itu, desa-desa tersebut akan menjadi ajang dialog antara penulis dan pembaca IIBF yang diselenggarakan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) bekerjasama dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, tambahnya.
Pada acara Rabu, Iskandar menyampaikan bahwa baginya, buku merupakan media dialog, tatap muka antara guru dan siswa untuk bertukar pikiran dan mengukur kemampuan siswa. Oleh karena itu, kata dia, sebaiknya siswa langsung menanyakan materi pembelajaran kepada guru.
Menteri telah menulis STG Desa Buku Pedoman Pembangunan Desa di Indonesia.
Dia menerbitkan buku keduanya STG Desa Trilogi, berjudul SDGs Desa: Metodologi dan Pengukuran.
Buku ini mencakup beberapa topik seperti pemetaan pengumpulan data mikro yang dilakukan dengan pendekatan partisipatif, pengolahan data dan perencanaan pembangunan serta pemberdayaan masyarakat pedesaan.
Ketua Panitia IIBF 2022 Wahyu Rinanto mengatakan pameran buku internasional yang pertama kali diadakan pada tahun 1980 ini telah menarik 134 peserta dari dalam dan luar negeri, dengan target audiens 25 ribu.
Ia menginformasikan, selain menampilkan ribuan buku dari penerbit global, akan ada 45 acara pada 9-13 November 2022 dengan tema “Pemberdayaan Kreatif Insan Kreatif”.
Rinando mengucapkan terima kasih kepada kementerian yang telah mendukung pameran tersebut.
Berita Terkait: Menkeu berharap IBF dapat membantu meningkatkan minat baca masyarakat luas
Berita Terkait: Indonesia Pamerkan 200 Judul Buku di London Book Fair
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya