JAKARTA – Lebih dari 40 lembaga di Indonesia, termasuk kementerian yang membawahi imigrasi, terkena dampak serangan siber terhadap pusat data di Indonesia, kata seorang pejabat pada 26 Juni.
Serangan siber terbaru ini, yang merupakan serangan terburuk yang pernah dialami negara ini dalam beberapa tahun terakhir, mengganggu layanan imigrasi dan mempengaruhi operasional bandara-bandara utama di Indonesia selama berhari-hari.
44 lembaga pemerintah, termasuk kementerian utama, menjadi sasaran serangan ransomware, kata Usman Kansong, pejabat di Kementerian Komunikasi Indonesia.
Data dari lima lembaga, termasuk Layanan Imigrasi dan Kementerian Investasi, telah dipulihkan, dan pemerintah sedang berupaya memulihkan data dari 39 lembaga lainnya, katanya.
“Kami berharap data di 18 instansi pemerintah dapat dipulihkan pada akhir bulan ini,” kata Usman.
Dalam konferensi pers bersama Kementerian, Direktur Telkom Group Herlan Wijanarko berupaya meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa data mereka aman.
“Kami telah mengisolasi komputer di pusat data nasional sehingga tidak ada yang bisa memasukinya. Kami telah memutus akses dari luar,” katanya sambil menambahkan bahwa mereka masih menyelidiki penyebab serangan tersebut.
Telkom Group mengoperasikan dua pusat data utama di Indonesia – satu di ibu kota Jakarta dan yang lainnya di Surabaya.
Seluruh instansi pemerintah di Indonesia mengandalkan pusat-pusat tersebut untuk menyimpan data. Pusat data Surabaya menjadi sasaran serangan.
Kementerian Komunikasi Indonesia mengumumkan awal pekan ini bahwa mereka menggunakan perangkat lunak berbahaya yang disebut LockBit 3.0 dan meminta uang tebusan sebesar US$8 juta (S$10,9 juta), namun pemerintah Indonesia menolak membayarnya.
Kelompok kejahatan dunia maya Lockbit terkenal menggunakan ransomware untuk memeras korbannya secara digital.
Perangkat lunak tebusan bekerja dengan mengenkripsi data korban. Peretas dapat memberikan kunci untuk membayar jutaan dolar, biasanya dalam mata uang kripto. Reuters
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya