Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi kekhawatiran yang signifikan di berbagai sektor, termasuk industri ponsel pintar. Demonetisasi ini dapat mengurangi daya beli konsumen dan meningkatkan harga ponsel pintar. SEQARA Communications, yang merupakan bagian dari riset Reasense, mempelajari perilaku konsumen di Indonesia dan menemukan bahwa 78,6% responden mengkhawatirkan kenaikan harga ponsel pintar, yang berdampak pada keputusan pembelian mereka.
“Kelemahan Nilai Tukar Rupee dan Penawaran yang Berbeda: Ponsel Cerdas Baru—Peluang atau Tantangan?” Laporan terbaru berjudul Menguraikan situasi ekonomi. Rupiah telah melemah sekitar 5,67% terhadap dolar AS sejak awal tahun 2024 per 21 Juni 2024, menurut data Bank Indonesia. Depresiasi ini merupakan yang terendah dalam 20 tahun terakhir dan telah membawa banyak tantangan dan peluang bagi ponsel pintar. pasar.
Aryo Meidianto, analis pasar ponsel pintar dan konsultan senior di SEQARA Communications, memberikan wawasan mengenai potensi dampak pada industri ponsel pintar. “Harga smartphone kemungkinan besar akan naik dalam beberapa bulan ke depan karena kenaikan komponen impor dan biaya logistik. Mengantisipasi situasi tersebut, strategi vendor smartphone bukan langsung menaikkan harga smartphone yang ada, tapi lihat saja nanti. Beberapa perangkat akan diluncurkan. nanti mungkin dengan beberapa spesifikasi baru yang akan ditawarkan. Harganya akan sedikit lebih mahal jika dibandingkan,” kata Meidianto. Dia mencatat bahwa peningkatan biaya komponen dan logistik secara langsung dipengaruhi oleh melemahnya rupee, yang berarti bahwa vendor mungkin memperkenalkan perangkat baru yang harganya lebih mahal.
Meski menghadapi tantangan tersebut, Meidianto menyarankan masih ada peluang pasar bagi vendor smartphone. Ia menjelaskan, “Vendor ponsel pintar masih memiliki peluang untuk meningkatkan pangsa pasarnya dengan menawarkan produk yang lebih kompetitif dari segi harga dan fitur, karena pelanggan kini lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang untuk membeli ponsel pintar baru.” Hal ini menunjukkan bahwa vendor yang dapat menawarkan perangkat bernilai baik dapat menarik konsumen yang berhati-hati bahkan di saat perekonomian sedang tidak menentu.
Studi Reasense juga memberikan wawasan rinci mengenai niat konsumen terkait pembelian ponsel pintar. 78,6% khawatir dengan kenaikan harga, 44% responden berencana membeli perangkat baru, 30% memilih tetap menggunakan perangkat saat ini, dan 26% sisanya tidak ingin membeli perangkat baru. Temuan ini menunjukkan bahwa hampir separuh populasi yang disurvei tetap mencari ponsel pintar baru meskipun ada kekhawatiran ekonomi.
Temuan ini menunjukkan jalan strategis yang bisa dijelajahi oleh vendor ponsel pintar. Meningkatkan citra merek melalui upaya terpadu dalam hubungan masyarakat dan strategi pemasaran sangatlah bermanfaat. Meskipun influencer dan key opinion leader (KOL) banyak digunakan, media tradisional juga dapat memainkan peran penting dalam membangun kredibilitas dan kepercayaan publik, menurut laporan tersebut. “Dengan 44% responden yang ingin membeli smartphone baru, ini bisa menjadi langkah bagi vendor smartphone untuk terus menjalin hubungan dengan konsumen setia dan menarik pelanggan baru,” kata laporan tersebut.
Meidianto menekankan keterlibatan berkelanjutan dalam kreativitas dan strategi penjualan. “Untuk menghadapi situasi ini, vendor ponsel pintar harus lebih kreatif dalam memasarkan produknya. Mereka harus berhenti mengeluarkan terlalu banyak produk, tetapi memiliki rencana berkelanjutan untuk menawarkan promosi dan diskon yang menarik minat konsumen. Selain itu, vendor harus menggunakan berbagai saluran komunikasi, termasuk media smartphone, untuk menyasar segmen pasar yang lebih luas. Seharusnya,” tutupnya.
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya