Jakarta (Andara) – Seorang ekonom menyarankan agar pemerintah Indonesia mempersiapkan lebih lanjut kebijakan pengendalian minuman beralkohol sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Investasi.
“Masalah alkoholisme sangat sensitif. Dengan Perpres, pemerintah seharusnya tidak membiarkan adanya spekulasi bahwa warganya mendukung konsumsi alkohol,” tegas Abdullah.
Abdullah, direktur Center for Economic Reform Research (CORE) di Indonesia, Selasa merekomendasikan pengenaan pajak cukai sebagai salah satu langkah yang harus diambil pemerintah.
Ia menambahkan, pemerintah dapat melarang konsumsi alkohol oleh masyarakat sebagai bagian dari penerapan kebijakan pengendalian alkohol.
Lebih lanjut dia menjelaskan, kebijakan ini harus didukung dengan penegakan hukum yang jelas dan efektif agar investasi pemerintah di industri minuman keras tidak melenceng dari target yang ditetapkan Perpres.
“Memisahkan orang dari alkohol adalah konteks kebijakan lain,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa kendali presiden akan membantu meningkatkan ekonomi regional.
“Perpres memberikan izin investasi untuk industri minuman keras, tapi tidak untuk semua provinsi di Indonesia yang mengalami penurunan,” kata Abdullah.
Gubernur selaku Pimpinan Daerah mengatakan, jika proposal dikirim, persetujuan investasi bisa diberikan, ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Andara.
Pada 10 Februari 2021, Presiden Joko Widodo membuka investasi di industri minuman keras di Provinsi Pali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan berinvestasi dalam Peraturan Presiden 10 Tahun 2021.
Pilop Wamafma, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang mewakili daerah pemilihan di Papua Barat, mengimbau keras Presiden Widodo untuk mencabut izin penanaman modal.
“Kami mendesak Presiden untuk mencabut investasi pemerintah di industri minuman keras di Papua,” kata dia dalam keterangannya, Sabtu.
Wamafma memperingatkan bahwa tingkat kejahatan akan meningkat menyusul konsumsi alkohol di provinsi timur negara itu.
Keputusan Presiden itu dikeluarkan menyusul UU Ketenagakerjaan yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tahun lalu.
“Jika mengacu pada Perpres, industri minuman keras kemungkinan besar mendapat investasi dari investor asing dan dalam negeri,” kata Wamafma.
Dia mencatat, investasi di industri minuman keras bisa berasal dari koperasi dan usaha kecil dan menengah.
Andara sebelumnya telah melaporkan parahnya masalah alkohol di Papua, meski ada larangan produksi, distribusi, dan penjualan alkohol di provinsi tersebut sejak 2016.
Konsumsi alkohol diyakini berkontribusi pada penurunan angka harapan hidup penduduk asli Papua.
Berita Terkait: Papua berencana meninjau kembali persetujuan investasi pemerintah untuk industri minuman keras
Berita Terkait: Kearifan lokal tidak bisa dijadikan alasan untuk melegalkan minuman beralkohol: Pimpinan MUI
Diedit oleh INE
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya