Pada 10 Oktober 2024, pertandingan kualifikasi Piala Dunia antara Indonesia dan Bahrain memicu kontroversi. Indonesia memimpin 2-1 menjelang masa tambahan waktu ketika wasit Oman Ahmad Al-Khaaf memperpanjang pertandingan melebihi enam menit waktu tambahan yang ditentukan sebelumnya. (VOI, 2024). Dalam kasus seperti ini, diplomasi olahraga memainkan peran penting dalam mengelola ketidakpuasan publik dan mencegah ketegangan diplomatik, sekaligus memastikan bahwa konflik diselesaikan dengan cara yang formal dan konstruktif. Pada laga Indonesia vs Bahrain, keputusan Al-Khab memicu kemarahan luas di kalangan suporter Indonesia sehingga Bahrain bisa menyamakan kedudukan di perpanjangan waktu. Banyak suporter yang menilai wasit sengaja memperpanjang pertandingan demi keuntungan Bahrain sehingga menimbulkan tuduhan bias dari ofisial (CNA, 2024; VOI, 2024). Kemarahan segera terjadi dan meluas, terutama di media sosial, ketika netizen Indonesia membanjiri federasi sepak bola Bahrain dengan tuduhan korupsi dan manipulasi.
Peran diplomasi olahraga
Dalam menghadapi gejolak publik seperti ini, diplomasi olahraga muncul sebagai alat penting untuk mengelola situasi emosional ini. Diplomasi olahraga berfungsi sebagai cara untuk membangun reputasi internasional dan memelihara hubungan positif. Bagi Indonesia, yang memiliki kehadiran global yang lebih kuat dalam olahraga seperti bulu tangkis dibandingkan sepak bola, penggunaan saluran diplomatik sangat penting dalam menyampaikan kekhawatiran secara efektif. Protes masyarakat, jika tidak membatasi upaya diplomasi formal, dapat meningkatkan ketegangan yang tidak perlu antara kedua negara (Murray, 2013; CNA, 2024).
Pada pertengahan Oktober 2024, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) telah resmi mengajukan surat protes kepada FIFA dan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) terkait kontroversi wasit kualifikasi Piala Dunia antara Indonesia dan Bahrain pada 10 Oktober. Keluhan PSSI terfokus pada keputusan wasit Ahmad Al-Khaf yang memperpanjang waktu tambahan melebihi enam menit yang ditentukan sehingga Bahrain bisa menyamakan kedudukan pada menit ke-99. PSSI berpendapat bahwa perpanjangan waktu tidak adil, dan menimbulkan kekhawatiran bahwa wasit menunggu Bahrain mencetak gol, sehingga memicu kemarahan yang signifikan dari para pemain dan penggemar. Protes tersebut terutama menyoroti kegagalan wasit untuk berkonsultasi dengan sistem Video Assistant Referee (VAR) untuk kemungkinan offside pada gol penyama kedudukan Bahrain, yang semakin memperparah ketidakpuasan. Menanggapi kejadian tersebut, manajer tim nasional Indonesia diberi kartu merah atas protesnya, dan ketegangan pasca pertandingan antara pemain dan ofisial meningkat.
Tujuan PSSI mengajukan protes tersebut adalah untuk meminta peninjauan kembali terhadap keputusan resmi dan mempertimbangkan apa yang mereka anggap sebagai bentuk ketidakadilan dalam kompetisi. FIFA belum mengeluarkan tanggapan resmi, namun PSSI berharap dapat menarik perhatian internasional mengenai masalah ini melalui jalur formal.
Indonesia vs. Karena Indonesia telah mengajukan keluhan resmi kepada FIFA dan AFC mengenai keputusan wasit di turnamen Bahrain, langkah selanjutnya dalam penggunaan diplomasi olahraga harus fokus pada penguatan dampak protes ini. Indonesia dapat melakukan hal ini dengan terlibat dalam dialog berkelanjutan dengan FIFA dan AFC, tidak hanya mengenai turnamen ini, namun juga dengan mengadvokasi perbaikan yang lebih luas dalam penyampaian standar dan keadilan. Hal ini memastikan bahwa keluhan negara tersebut tidak dilihat sebagai sebuah insiden tunggal namun sebagai bagian dari gerakan yang lebih besar menuju transparansi dan konsistensi dalam tata kelola sepakbola.
Secara paralel, Indonesia harus menjaga hubungan konstruktif dengan asosiasi anggota AFC lainnya. Dengan membentuk aliansi dengan negara-negara lain yang mengalami keluhan serupa terkait dengan penyelenggaraan pertandingan, Indonesia dapat menciptakan suara kolektif untuk melakukan reformasi di bidang olahraga ini. Kolaborasi ini akan menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam mengadvokasi keadilan dan kesetaraan dalam sepak bola, meningkatkan reputasinya sebagai negara yang menjunjung tinggi prinsip fair play dan integritas. Upaya diplomasi ini, yang didukung oleh langkah-langkah formal seperti protes, dapat menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam diplomasi olahraga regional, memperkuat posisi sepak bola global dan memastikan bahwa turnamen di masa depan diselenggarakan secara adil.
Paralel sejarah: Insiden Yonex All England 2021
Contoh penting diplomasi olahraga yang meredakan ketegangan internasional adalah insiden Yonex All England 2021, ketika tim bulu tangkis Indonesia terpaksa mundur dari turnamen bergengsi tersebut karena peraturan Covid-19 yang ketat. Pemain Indonesia ditarik keluar dari turnamen sebagai tindakan pencegahan setelah menaiki penerbangan bersama seorang pria yang dinyatakan positif Covid-19. Situasi tersebut menimbulkan keributan di Indonesia dengan tuduhan ketidakadilan dan pengambilan keputusan yang bias. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri segera menyampaikan keberatannya kepada Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) dan menggunakan saluran diplomatik untuk menyoroti masalah tersebut. Pemerintah juga menggalang dukungan masyarakat, dan tokoh-tokoh olahraga Indonesia, termasuk atlet dan politisi, menggunakan media sosial untuk mengungkapkan ketidaksenangan mereka. Tekanan diplomatik yang kuat telah membuat BWF memikirkan kembali proses pengambilan keputusannya dan mengakui perlunya komunikasi yang lebih jelas dan penegakan protokol COVID-19 yang lebih konsisten.
Kasus ini menunjukkan bagaimana diplomasi olahraga dapat menjadi alat yang efektif dalam mengatasi ketidakadilan sekaligus menjaga hubungan internasional. Dengan menggunakan jalur diplomasi, Indonesia mampu mengelola situasi tanpa meningkatkan ketegangan antara dirinya dan Inggris, tempat turnamen tersebut digelar. Insiden ini menarik perhatian internasional terhadap kuatnya kehadiran Indonesia di dunia bulu tangkis, sehingga semakin memperkuat posisinya dalam olahraga tersebut. Mirip dengan pendekatan yang dilakukan Indonesia pada kasus All England, Indonesia vs. Diplomasi olahraga dalam perselisihan sepak bola Bahrain tidak hanya menyelesaikan masalah-masalah mendesak, namun juga mengarah pada perbaikan jangka panjang dalam cara menangani perselisihan tersebut di masa depan, dan mendorong keadilan secara internasional. Kompetisi olahraga.
Namun, dalam kasus pertandingan sepak bola Indonesia vs Bahrain, dukungan internasional sangat terbatas dan pengaruh Indonesia di kancah sepak bola global mungkin terbatas. Hal ini menyoroti pentingnya menggunakan saluran diplomatik untuk memperkuat keprihatinan Indonesia, terutama di bidang olahraga dimana negara ini memiliki potensi global yang kecil. Pengaduan formal melalui badan-badan seperti Kementerian Luar Negeri membantu memastikan bahwa keluhan nasional didengar di tingkat tertinggi pemerintahan internasional (Murray, 2018; Pigman, 2013).
Perselisihan Indonesia vs Bahrain menyoroti kekhawatiran yang lebih luas tentang wasit ketika mengawasi pertandingan yang melibatkan tim non-Timur Tengah. Tim-tim dari Jepang, Australia, dan Korea Selatan juga pernah mengungkapkan rasa frustrasi serupa pada turnamen-turnamen sebelumnya, di mana mereka merasa wasit dari wilayah tersebut lebih menyukai tim-tim Timur Tengah. Insiden seperti final Piala Asia AFC Jepang vs Qatar 2019 dan kualifikasi Piala Dunia Australia vs Irak 2018 menunjukkan bagaimana kontroversi wasit dapat memicu ketidakpuasan internasional (Football Asia, 2019; The Guardian, 2018).
Dalam kasus-kasus ini, protes diplomatik melalui jalur resmi seperti FIFA dan AFC memainkan peran penting dalam mengatasi keluhan sekaligus menghindari konfrontasi langsung dengan negara-negara Timur Tengah. Bagi Indonesia, melakukan diplomasi lunak akan sangat penting untuk memastikan bahwa kontroversi seputar turnamen Bahrain tidak merusak hubungan diplomatik atau mengikis kepercayaan terhadap otoritas internasional.
Manajemen diplomasi yang efektif dalam perselisihan Indonesia vs Bahrain sangat penting untuk menjaga kestabilan hubungan kedua negara. Meskipun tidak ada indikasi bahwa insiden tersebut akan mengarah pada perselisihan diplomatik formal, namun kemarahan publik yang tidak terkendali dapat meningkatkan ketegangan. Secara historis, Indonesia dan Bahrain telah memelihara hubungan positif, bekerja sama di berbagai bidang seperti perdagangan dan pendidikan. Untuk menjaga hubungan ini, Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Indonesia di Bahrain perlu menyelesaikan masalah ini lebih awal dengan mengajukan catatan diplomatik resmi ke FIFA atau AFC.
Kesimpulan: Menyeimbangkan diplomasi dan persepsi publik
Kontroversi pertandingan sepak bola Indonesia vs Bahrain semakin menegaskan pentingnya diplomasi olahraga dalam mengarungi ajang internasional. Meskipun rasa frustrasi para penggemar dapat dimengerti, saluran diplomatik harus menerjemahkan sentimen publik ke dalam tindakan nyata yang mengarah pada solusi konstruktif. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri dan kedutaan besarnya, harus memastikan bahwa pengaduan yang benar diajukan kepada badan olahraga terkait sambil menjaga hubungan diplomatik dengan Bahrain. Selain itu, Indonesia harus terus berupaya meningkatkan performa dan pengaruh sepakbola global. Dengan menggabungkan sportivitas dan upaya diplomasi, Indonesia dapat membangun kehadiran internasional yang kuat, memastikan suaranya didengar di saat-saat kontroversi dan sebagai pemain yang disegani di kancah olahraga global.
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya