JAKARTA (Andara) – Siapa sangka seorang presiden yang dianggap oleh rakyatnya sendiri sebagai pemimpin gagal akan berperan penting dalam perjalanan Amerika menjadi negara adidaya global?
Jurnalis Amerika Nancy Gibbs dan Michael Duffy menanyakan pertanyaan ini dalam buku mereka yang diterbitkan tahun 2012, The Presidents Club: Inside the World's Most Exclusive Fraternity.
Menyusul kemenangan pasukan Sekutu dalam Perang Dunia II, Amerika Serikat didesak untuk membantu negara-negara Eropa yang menderita akibat perang umat manusia yang paling merusak untuk pulih dari kelaparan yang meluas.
Saat itu, Presiden Franklin D. Setelah kematian Roosevelt, Wakil Presiden Harry S. Truman menjadi presiden. Presiden baru merasa tidak mampu lagi memikul beban moral negaranya pasca perang.
Mengakui kecacatannya, Truman bertanya kepada mantan Presiden AS Herbert C. Beralih ke Hoover, ia bertanggung jawab atas kemerosotan perekonomian negara tersebut pada periode bencana ekonomi global yang dikenal dengan Great Depression (1929-1939).
Mengingat Truman adalah seorang Demokrat dan Hoover adalah seorang Republikan, ikatan yang dibentuk oleh kedua pemimpin tersebut dianggap sebagai anomali politik.
Ikatan mereka secara mengejutkan mengarah pada koordinasi antar partai politik, yang pada gilirannya memberi Amerika Serikat kekuatan yang cukup untuk merebut kembali Eropa dan menantang pengaruh Uni Soviet di benua tersebut.
Dalam bukunya, Gibbs dan Duffy menyimpulkan bahwa Truman dan Hoover, yang memiliki dua ideologi politik yang kontras, adalah pendiri klub presiden modern. Ikatan mereka ditegakkan oleh penerus mereka hingga saat ini.
Pendekatan meminta nasihat dari para pemimpin masa lalu telah diikuti dalam beberapa kesempatan, termasuk ketika Presiden Barack Obama bertemu dengan Bill Clinton dan George W. Bush dalam konferensi pers bersama yang menguraikan rencana Amerika dalam bantuan bencana. Di Haiti pada tahun 2010.
Pada kesempatan lain, menurut laporan CNN pada tahun 2021, Presiden Joe Biden berkonsultasi dengan Bush dan Obama untuk mendapatkan wawasan tentang penarikan pasukan AS dari Afghanistan.
Dapat dikatakan bahwa Presidents Club telah mengirimkan pesan kepada dunia – bahwa jawaban dan solusi terhadap tantangan yang dihadapi suatu negara dapat ditentukan dengan bantuan para pemimpinnya di masa lalu.
Sila ketiga adalah Panchasheela
Dinamika hubungan antar pemimpin nasional di Indonesia patut dikaji. Indonesia harus memberikan perhatian lebih untuk memperlebar jarak antar presiden pasca peralihan kekuasaan.
Salah satu perpecahan yang paling menonjol adalah ketika Presiden Soeharto menggantikan Soekarno, presiden pertama negara tersebut.
Terlepas dari kisah-kisah yang tak terhitung dan kontroversial di balik peralihan kekuasaan mereka, negara ini melihat kedua pemimpin tersebut mengambil jalan yang sangat berbeda.
Patut dicatat bahwa peralihan presiden Soekarno-Soeharto terjadi pada periode di mana Amerika Serikat melakukan rekonsiliasi politik antara Partai Demokrat dan Republik.
Indonesia akhirnya mengikuti jejak Paman Sam. Wajar jika seluruh elemen bangsa Indonesia berjalan pada jalur yang sama, “Persatuan Indonesia”, sila ketiga dari ideologi negara Panjasila (Lima Prinsip).
Menjelang 80 tahun kemerdekaan Indonesia, kancah politik tanah air dikenal dengan budaya rekonsiliasi politik.
Beberapa orang mungkin mengerutkan kening saat melihat Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan saingannya, Prabowo Subianto, setelah pemilihan presiden tahun 2019, yang mempolarisasi bangsa ini.
Namun publik menilai hubungan kedua tokoh politik tersebut biasa saja setelah melihat mereka menunjukkan solidaritasnya dari waktu ke waktu. Beberapa orang percaya bahwa kedua orang tersebut pada akhirnya akan menjadi sekutu politik meskipun mereka pernah bersaing di masa lalu.
Dengan kemenangan telaknya pada pemilu presiden tahun ini, Prabowo akhirnya akan mendapat kesempatan memimpin negara berpenduduk 280 juta jiwa itu. Sebagai presiden terpilih, Prabowo berencana tidak hanya berdamai dengan rival politiknya, namun juga mengajak mantan presiden Indonesia untuk berperan sebagai penasihat.
Menteri Pertahanan RI saat ini melalui juru bicaranya mengatakan, pembentukan Presidents' Club akan diupayakan dengan dua tujuan, yaitu membahas isu-isu strategis nasional dan membangun keharmonisan antar presiden.
Menghadapi tantangan
Beberapa orang mungkin menentang istilah “presiden masa lalu” karena mereka percaya bahwa presiden masa lalu tetap mempertahankan karakter dan gelar kepresidenannya setelah menjabat. Habibrogman, Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengamini.
Dengan asumsi Indonesia menerima pandangan tersebut, negara ini saat ini memiliki tiga mantan presiden – Presiden kelima Megawati Soekarnoputri, Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Presiden Joko Widodo.
Menurut pengamat politik Igor Tirkandara, sebaiknya Prabowo bekerja sama dengan para pendahulunya untuk melaksanakan visi dan tugas politiknya yang diharapkan dapat memimpin negara mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Dia mengatakan bangsa ini tidak boleh mengabaikan prestasi presiden-presiden sebelumnya. Megawati berani mengurangi kerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang parah pasca krisis moneter tahun 1998. Alhasil, Indonesia mampu memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
SBY harus bekerja sekuat tenaga untuk membantu Indonesia bertahan dan pulih dari bencana tsunami dahsyat yang melanda Aceh dua dekade lalu. Bencana melanda negeri ini bahkan sebelum SBY mencapai tonggak sejarah 100 hari menjabat. Selain itu, kehandalan teknologi informasi pada masa itu sama sekali tidak sebanding dengan masa kini.
Sementara itu, Presiden Widodo harus menghadapi salah satu krisis kesehatan terburuk dalam sejarah modern, pandemi COVID-19, pada masa jabatan keduanya sebagai presiden.
Thirkandara mengatakan wacana yang diusung Prabowo di Presidents Club dapat dilihat sebagai titik balik yang mencerminkan ambisinya untuk belajar dari pengalaman berharga para pendahulunya.
Karena negara ini perlu lebih memperhatikan wawasan para pemimpin masa lalunya untuk mengatasi tantangan global yang semakin kompleks, maka penting bagi Prabowo untuk memahami sepenuhnya perbedaan pandangan para pendahulunya mengenai berbagai isu.
Berita terkait: Prabowo membahas kerja sama keamanan dengan presiden UEA
Berita Terkait: Kelancaran Transisi dari Jokowi ke Prabowo: Pakar
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya