Platform media sosial dan teknologi besar telah menghapus jutaan postingan hoaks di Indonesia menjelang pemilu bulan lalu, kata Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi pada hari Selasa.
TikTok memimpin tuntutan tersebut dengan menghapus 10,8 juta postingan, dan Google, pemilik platform berbagi video YouTube, menghapus sekitar 2 juta postingan sejak 17 Juli 2023, kata Menteri Budi Ari Sediyadi, seraya menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah bertindak secara sukarela.
Kementeriannya sendiri mengidentifikasi 3.235 postingan sebagai hoaks dan berhasil mengarahkan situs untuk menghapus 1.923 di antaranya, kata Budi.
Sisanya tetap ada, namun ditandai sebagai misinformasi karena tidak dianggap berbahaya, kata menteri, tanpa menjelaskan mengapa kementerian memilih untuk mempublikasikan misinformasi, merusak atau online.
“Beberapa postingan tersebut adalah berita asing, jadi kami menandainya sebagai berita palsu,” katanya dalam konferensi pers.
Kementerian tersebut mengatakan bahwa iklim menjelang pemilu pada tanggal 14 Februari lebih baik dibandingkan tahun 2019, namun informasi yang salah masih tersebar luas seperti saat itu.
Namun, telah terjadi perubahan jenis hoaks terkait pemilu sejak tahun 2019, kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan bulan lalu.
Sebelumnya, laporan tersebut mengatakan bahwa cerita palsu yang mengklaim bahwa seorang kandidat memiliki hubungan dengan Tiongkok dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dilarang, sering kali berisi kebohongan. Namun, tren terkini adalah menuduh calon presiden bersikap bias di lembaga-lembaga pemerintah dan mengklaim dukungan resmi yang tidak berdasar, kata laporan itu.
Pemilihan presiden bulan lalu menampilkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan mantan Gubernur Jakarta. Anies Baswedan, dan mantan Gubernur Jawa Tengah. Kanchar Pranovo.
Hasil resmi pemilu, yang diperkirakan akan diumumkan pada hari Rabu, akan mengkonfirmasi dugaan kemenangan Prabowo dan putra sulung Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
Budi juga mengatakan troll online berbayar, yang dikenal secara lokal sebagai buzzer, berperan besar dalam menyebarkan berita palsu.
“Penting untuk dicatat bahwa buzzer menyumbang hampir 92% percakapan misinformasi di ruang digital kita,” katanya. “Aktivitasnya tersebar di berbagai platform, mulai dari Google dan Meta hingga TikTok.”
Penyebaran informasi yang salah selama pemilu merupakan kekhawatiran global dan tidak terkecuali di Indonesia.
Pemilihan presiden tahun 2019 ditandai dengan maraknya berita palsu, dan petahana sering menjadi sasarannya, yaitu Jokowi.
Sudah tertanam kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia, media sosial telah digunakan untuk kampanye kotor politik sejak diperkenalkan ke arena politik negara pada tahun 2012. Namun, pada pemilu tahun 2019 terdapat berita palsu dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Facebook telah diidentifikasi sebagai saluran utama penyebaran berita palsu, sehingga memaksanya mengambil tindakan dengan menghapus akun dan grup.
Pada pemilu tahun ini, penyebaran informasi palsu terkait pemilu terjadi tanpa pandang bulu, menurut Pratama Persada, analis lembaga keamanan.
“Cyber hoax menyebar merata ke seluruh calon presiden melalui berbagai saluran dan media sosial,” kata analis Pusat Penelitian Keamanan Sistem Komunikasi dan Informasi kepada BenarNews.
Pratama menganjurkan aliansi yang kuat antara pemerintah dan perusahaan media sosial untuk memerangi penyebaran informasi yang salah.
Situs-situs meningkatkan kemampuannya untuk mendeteksi konten negatif, menggarisbawahi perlunya bermitra dengan organisasi pemeriksa fakta untuk memverifikasi informasi.
Aribowo Sasmith dari Mafindo mengatakan dia prihatin dengan kecerdasan buatan (AI) yang digunakan untuk membuat pemalsuan yang sangat meyakinkan.
“Misalnya menggunakan klon AI untuk meniru suara tertentu seperti presiden yang sudah meninggal,” kata Susmitto kepada BenarNews.
Dia menyebutkan Video Januari yang Menipu Mendiang mantan diktator Suharto Colkar tampak menunjukkan dukungannya terhadap partai tersebut.
Jeirry Sumampow dari Komisi Pemilihan Umum Indonesia, sebuah LSM, mengatakan kepada BenarNews bahwa ia menduga jumlah sebenarnya hoaks yang beredar lebih tinggi daripada yang diberitakan.
Peneliti menekankan pentingnya peran literasi digital.
“Keamanan ada pada setiap orang agar tidak menjadi korban dan terpicu oleh hoaks,” ujarnya.
More Stories
Beberapa hari setelah penangkapan kritikus Widodo, rezim presiden Indonesia
Keluarga miliarder Indonesia dituduh mengendalikan kelompok 'perusahaan bayangan' terkait deforestasi besar-besaran
Indonesia juga harus memulangkan artefak budaya